Kedatangan bangsa-bangsa Barat ke Indonesia di atas menandai era penjajahan bangsa Indonesia. Satu demi satu daerah di Indonesia dikuasai bangsa asing. Penjajahan telah menyebabkan penderitaan bangsa Indonesia. Pada awal kedatangan bangsa-bangsa Barat, rakyat Indonesia menerima dengan baik. Rakyat di berbagai daerah memandang perdagangan merupakan hubungan baik kepada siapapun. Hubungan perdagangan tersebut kemudian berubah menjadi hubungan penguasaan atau penjajahan.
VOC merupakan badan/kongsi perdagangan Belanda yang berdiri sejak tahun 1602, VOC kepanjangan dari Oost Vereenigde Indische Compagnie. VOC merupakan sebuah persekutuan badan dagang istimewa karena didukung oleh negara (Belanda) dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa. Dengan hak-hak istimewanya tersebut akhirnya VOC bukan hanya menguasai daerah perdagangan, tetapi juga menguasai politik atau pemerintahan.
Monopoli adalah penguasaan pasar yang dilakukan oleh satu atau sedikit perusahaan. Bagi pelaku perusahaan monopoli sangat menguntungkan karena mereka dapat menentukan harga beli dan harga jual.
Belanda memaksa kerajaan-kerajaan di Indonesia untuk mengizinkan terjadinya monopoli dengan berbagai cara. Salah satu caranya adalah politik adu domba atau dikenal devide et impera. Belanda melibatkan diri dalam konflik yang terjadi di dalam kerajaan. Pada saat terjadi perang antar kerajaan, Belanda mendukung salah satu kerajaan yang berperang. Setelah pihak yang didukung Belanda menang, Belanda akan meminta balas jasa.
Belanda biasanya meminta imbalan berupa monopoli perdagangan atau penguasaan atas beberapa lahan atau daerah. Dengan adanya monopoli rakyat tidak memiliki kebebasan menjual hasil bumi mereka. Mereka terpaksa menjual hasil bumi hanya kepada VOC. VOC dengan kekuasaannya membeli hasil bumi rakyat Indonesia dengan harga yang sangat rendah, padahal apabila rakyat menjual kepada pedagang lain, harganya bisa jauh lebih tinggi.
Dalam upaya memperlancar aktivitas organisasi, VOC pada tahun 1610 memutuskan untuk membentuk jabatan Gubernur Jendral yang pada waktu itu berkedudukan di Maluku. Pieter Both sebagai orang pertama yang menduduki posisi itu. Selain VOC dipimpin oleh seorang Gubernur Jenderal, VOC mempunyai beberapa hak octroi (hak istimewa) antara lain :
- Hak melakukan monopoli perdagangan
- Membentuk tentara sendiri, mengangkat pegawai, dan membentuk pengadilan.
- Melakukan perjanjian politik dan ekonomi dengan kerajaan-kerajaan, serta melakukan perang-damai dengan bangsa/suatu kerajaan lain.
- Hak mencetak mata uang sendiri
Monopoli adalah penguasaan pasar yang dilakukan oleh satu atau sedikit perusahaan. Bagi pelaku perusahaan monopoli sangat menguntungkan karena mereka dapat menentukan harga beli dan harga jual.
Belanda memaksa kerajaan-kerajaan di Indonesia untuk mengizinkan terjadinya monopoli dengan berbagai cara. Salah satu caranya adalah politik adu domba atau dikenal devide et impera. Belanda melibatkan diri dalam konflik yang terjadi di dalam kerajaan. Pada saat terjadi perang antar kerajaan, Belanda mendukung salah satu kerajaan yang berperang. Setelah pihak yang didukung Belanda menang, Belanda akan meminta balas jasa.
Belanda biasanya meminta imbalan berupa monopoli perdagangan atau penguasaan atas beberapa lahan atau daerah. Dengan adanya monopoli rakyat tidak memiliki kebebasan menjual hasil bumi mereka. Mereka terpaksa menjual hasil bumi hanya kepada VOC. VOC dengan kekuasaannya membeli hasil bumi rakyat Indonesia dengan harga yang sangat rendah, padahal apabila rakyat menjual kepada pedagang lain, harganya bisa jauh lebih tinggi.
Kebijakan-kebijakan VOC selama berkuasa di Indonesia sejak tahun 1602 – 1799 antara lain sebagai berikut :
- Menguasai pelabuhan-pelabuhan dan mendirikan benteng untuk melaksanakan monopoli perdagangan.
- Melaksanakan politik devide et impera ( memecah dan menguasai ) dalam rangka untuk menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia.
- Untuk memperkuat kedudukannya dirasa perlu mengangkat seorang pegawai yang disebut Gubernur Jendral.
- Melaksnakan sepenuhnya Hak Octroi yang ditawarkan pemerintah Belanda.
- Membangun pangkalan/markas VOC yang semula di Banten dan Ambon, dipindah dipusatkan di Jayakarta ( Batavia).
- Melaksanakan pelayaran Hongi ( Hongi tochten ).
- Adanya Hak Ekstirpasi, yaitu hak untuk membinasakan tanaman rempah-rempah yang melebihi ketentuan.
- Adanya verplichte leverantien (penyerahan wajib) dan Prianger Stelsel (system Priangan )
Kerja Paksa
Pemerintah Belanda menginginkan keuntungan sebanyak-banyaknya dari bumi Indonesia sehingga menerapkan kebijakan kerja paksa. Rakyat Indonesia waktu itu bekerja tanpa fasilitas yang memadai. Mereka tidak memperoleh penghasilan yang layak, tidak diperhatikan asupan makanannya, dan melakukan pekerjaan di luar batas-batas kemanusiaan.
Salah satu kegiatan kerja paksa adalah pembangunan jalan Anyer-Panarukan. Jalur tersebut memanjang lebih dari 1000 Km dari Cilegon (Banten), Jakarta, Bogor, Bandung, Cirebon, Semarang, Pati, Surabaya, Probolinggo, hingga Panarukan (Jawa Timur). Anyer Panarukan dibangun 200 tahun yang lalu oleh pemerintah Hindia Belanda.
Jalan Raya Pos (Anyer-Panarukan) sangat penting bagi Pemerintah Kolonial sebagai sarana transportasi pemerintahan dan mengangkut berbagai hasil bumi. Pembangunan jalan tersebut merupakan kebijakan Gubernur Jenderal Hindia Belanda bernama Herman Willem Daendels yang berkuasa sejak tahun 1808-1811.
Belanda memandang penting pembangunan jalur Anyer-Panarukan, karena jalur tersebut merupakan penghubung kota-kota penting di pulau Jawa yang merupakan penghasil berbagai tanaman ekspor, dengan dibangunnya jalan tersebut maka proses distribusi barang dan jasa untuk kepentingan kolonial semakin cepat dan efisien. Pengerahan penduduk untuk mengerjakan berbagai proyek Belanda inilah yang disebut rodi atau kerja paksa. Beberapa proyek Daendels antara lain sebagai berikut.
No. | Nama Proyek | Tempat | Bentuk Kerja Paksa |
1. | Membangun pabrik senjata | Semarang dan Surabaya | Kerja rodi |
2. | Membangun benteng-benteng pertahanan | Jatinegara, Jakarta | Kerja rodi |
3. | Membangun pelabuhan | Anyer dan Ujung Kulon | Kerja rodi |
Sistem Sewa Tanah Raffles
Inggris juga pernah menjajah Indonesia pada masa tahun 1811-1816. Penguasa Inggris di Indonesia pada masa tersebut adalah Letnan Gubernur Thomas Stanford Raffles. Salah satu kebijakan terkenal pada masa Raffles adalah sistem sewa tanah atau landrent-system atau Landelijk Stelsel. Sistem tersebut memiliki ketentuan, antara lain sebagai berikut:
- Petani harus menyewa tanah meskipun dia adalah pemilik tanah tersebut.
- Harga sewa tanah tergantung kepada kondisi tanah.
- Pembayaran sewa tanah dilakukan dengan uang tunai.
- Bagi yang tidak memiliki tanah dikenakan pajak kepala.
Kekuasaan Inggris selama 5 tahun di Indonesia, juga menghadapi perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah. Sebagai contoh adalah perlawanan besar rakyat Kesultanan Palembang pada tahun 1812. Inggris juga menghadapi perlawanan dari kerajaan besar di Jawa yakni Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Namun sebelum kedua kerajaan melakukan penyerangan, Inggris berhasil meredam usaha perlawanan tersebut.
Tanam Paksa
Pada tahun 1830 Van den Bosch menerapkan Sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel). Kebijakan ini diberlakukan karena Belanda menghadapi kesulitan keuangan akibat perang Jawa atau Perang Diponegoro (1825-1830), dan Perang Belgia (1830-1831). Praktik-praktik penekanan dan pemaksaan
terhadap rakyat melalui tanam paksa tersebut antara lain adalah :
- Ketentuan bahwa tanah yang digunakan untuk tanaman wajib hanya 1/5 dari tanah yang dimiliki rakyat, kenyataanya selalu lebih bahkan sampai ½ bagian dari tanah yang dimiliki rakyat.
- Kelebihan hasil panen tanaman wajib tidak pernah dibayarkan.
- Waktu untuk kerja wajib melebihi dari 66 hari, dan tanpa imbalan yang memadai.
- Tanah yang digunakan untuk tanaman wajib tetap dikenakan pajak.
Penjajahan telah menyebabkan penderitaan luar biasa rakyat Indonesia. Kemerdekaan saat ini merupakan sebagian hasil penderitaan bangsa Indonesia masa lalu. Kerja paksa masa penjajahan telah menghasilkan bangunan jalan yang digunakan masyarakat hingga saat ini. Bangsa Indonesia juga harus selalu kerja keras untuk mencapai keberhasilan pembangunan.